Sabtu, 28 Maret 2009

PROGRAM KERJA

PROGRAM KERJA




BAB I

PENDAHULUAN

A. UMUM

Dalam rangka membangun manusia Indonesia seutuhnya, yaitu manusia yang tinggi mental, moral, budi pekerti dan bertaqwa kepada Tuhan YME, hal ini sesuai dengan GBHN dan UUD 1945 serta falsafah negara Pancasila, ” bahwa Pembangunan nasional mencakup pembangunan pisik, materiil dan non pisik (mental spritual)”. Pembangunan Nasional bertujuan untuk mewujudkan suatu masyarakat adil dan makmur yang merata materiil dan spritual berdasarkan Pancasila di dalam wadah negara Kesatuan Republik Indonesia yang merdeka, berdaulat, bersatu dan berkedaulatan rakyat dalam suasana perikehidupan bangsa yang aman, tertib dan damai.

Dalam GBHN yang merupakan pola umum Pembangunan Nasional mengamanatkan bahwa generasi muda sebagai penerus cita-cita perjuangan bangsa dan sumber insani bagi pembangunan, perlu ditingkatkan pembinaan dan pengembangannya. Serta diarahkan menjadi kader penerus perjuangan bangsa dan manusia pembangunan yang berjiwa Pancasila. Selanjutnya dikatakan bahwa pembinaan generasi muda dilakukan secara nasional dan terpadu, yang merupakan tanggung jawab bersama antara orang tua, keluarga dan masyarakat serta pemerintah.

Pengembangan kepeloporan pemuda dalam pembangunan bangsa dan negara harus diupayakan agar pemuda memiliki jiwa kejuangan, keperintisan, kepekaan terhadap lingkungan, disiplin dan sikap mandiri serta memiliki sifat yang bertanggung jawab, sehat, cerdas, patriotik, kreatif, produktif, inovatif,ulet, tangguh, jujur serta berani dan rela berkorban dengan dilandasi oleh semangat Cinta tanah air.

Masalah pembinaan dan pengembangan generasi muda merupakan salah satu masalah universal yang dihadapi oleh manusia sejak zaman dahulu dan akan terus berlangsung sampai akhir zaman. Dalam kurun waktu apapun para orang tua mempunyai kewajiban untuk mempersiapkan putra-putrinya menjadi anggota masyarakat yang baik, menjadi penerus dari generasi sebelumnya.

Selaras dengan permasalahan di atas atau pembangunan nasional, sudah barang tentu tidak terlepas dari masalah pendidikan, karena pada hakekatnya terlaksananya pendidikan merupakan manifestasi dari pembangunan itu sendiri.

Menyimak permasalahan di atas dan melihat kenyataan yang ada dalam masyarakat maka peran pendidikan non formal atau pendidikan luar sekolah sangat dibutuhkan kehadirannya, terutama dalam menyiapkan generasi muda sebagai generasi penerus dalam segala bidang, baik penerus cita-cita perjuangan bangsa dan negara, penerus pembangunan, penerus kelestarian dan kejayaan bangsa pada masa yang akan datang.

Pembinaan kesiswaan di sekolah bermaksud memberikan bekal kepada siswa-siswinya yang selanjutnya atas prakarsa sendiri menambah, meningkatkan dan mengembangkan dirinya maupun lingkungannya ke arah terciptanya martabat, mutu dan kemampuan manusia yang optimal serta pribadi yang mandiri.

Salah satu materi pembinaan Kesiswaan di sekolah yang tercantum dalam Keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor : 0461/U/ 1984 tentang Pembinaan Kesiswaan adalah Pendidikan Pendahuluan Bela Negara yang diselenggarakan di sekolah, seperti pembentukan Pasukan Pengibar Bendera Sekolah (Paskibra) dengan kegiatan yaitu Peraturan Baris-berbaris (PBB), Tata Upacara Bendera (TUB) serta Latihan Kepemimpinan Siswa Tingkat Perintis yang bertujuan menanamkan disiplin, mempertebal rasa dan semangat kebangsaan, Patriotisme serta sikap kepemimpinan dan rasa tanggung jawab yang tinggi bagi para siswa sehingga diperoleh sikap lahir (ketegapan, ketangkasan, kelincahan dan kerapian) dan sikap bathin (ketaatan, keikhlasan berkorban, kesetiakawanan dan rasa persatuan dan kesatuan) dikalangan para siswa sehingga dapat mencapai tujuan yang diharapkan.

B. MAKSUD DAN TUJUAN

Maksud : Agar siswa anggota Paskibra yang merupakan insan-insan pengamal

Pancasila dapat menerapkan dalam kehidupan sehari-hari.

Mempersiapkan sedini mungkin Pasukan Pengibar Bendera Sekolah yang

akan bertugas, yang merupakan suatu kebanggaan bagi anggota Paskibra

Sekolah dalam melaksanakan tugas tersebut.

Tujuan : Mewujudkan kebiasaan hidup ber-Pancasila dengan keluarga bahagia,

ditata atas dasar filsafah dan pandangan hidup bangsa, untuk

mengembangkan sikap positif seperti Ketaqwaan kepada Tuhan Yang

Maha Esa, tertib, disiplin, gotong royong dan kekeluargaan.

C. SISTIMATIKA

I. Pendahuluan

II. Bidang Administrasi dan Organisasi

III. Bidang Kegiatan Operasional

IV. Bidang Umum

V. Penutup

BAB II

BIDANG ADMINISTRASI DAN ORGANISASI

1. Melaksanakan pembinaan dan bimbingan secara berkesinambungan bagi anggota Paskibra SMP Nasional KPS baik yang masih aktif di sekolah atau yang sudah meninggalkan SMP Nasional KPS (sudah lulus) hingga dapat diupayakan mengikuti/menjadi anggota Pasukan Pengibar Bendera Pusaka (PASKIBRAKA) tingkat daerah Balikpapan, Propinsi Kalimantan Timur atau Tingkat Nasional.

2. Melaksanakan pendidikan bagi siswa proses pengarsipan administrasi organisasi khususnya mengenai pendataan anggota, absensi latihan dan proses melaksanakan organisasi.

3. Mendokumentasikan segala kegiatan / aktivitas kegiatan Paskibra Sekolah.

BAB III

BIDANG KEGIATAN OPERASIONAL

DAN PENGEMBANGAN SDM

A. Program Kegiatan Skala Prioritas
1. Peningkatan mutu dan jumlah anggota Pasukan Pengawal Pengibar Bendera Sekolah SMP Nasional KPS Balikpapan.
2. Menyelenggarakan latihan rutin, orientasi dan pembinaan calon anggota Pasukan Pengawal Pengibar Bendera sekolah SMP Nasional KPS.
3. Mempersiapkan Kegiatan upacara Pengukuhan anggota Pasukan Pengawal Pengibar Bendera Sekolah SMP Nasional KPS yang telah selesai mengikuti Latihan Kepemimpinan tingkat Perintis Pemuda.
4. Mengadakan kegiatan renungan jiwa bagi seluruh anggota.
5. Mempersiapkan personil upacara dalam pelaksanaan Hari Besar Nasional ataupun kegiatan yang diselenggarakan oleh Sekolah.
6. Mengadakan kegiatan Latihan dasar Kepemimpinan tingkat Perintis Pemuda.
7. Mengadakan kegiatan latihan/wisata di alam terbuka (hiking).

B. Program Kegiatan Ikut Serta / Partisipan

1. Mengikuti Lomba Ketangkasan Baris-berbaris tingkat SMP se-Balikpapan maupun se-Kalimantan Timur, yang diselenggarakan oleh Pengurus Purna Paskibraka Indonesia (PPI) tingkat Balikpapan ataupun Propinsi.

2. Mengikuti Lomba Tata Upacara Bendera tingkat SMP se-kota Balikpapan maupun se-Kalimantan Timur.

3. Mengikuti Lomba Gerak jalan dalam rangka Hari Besar Nasional yang diselenggarakan oleh Panitia Hari Besar Nasional Kota ataupun Organisasi Kepemudaan di Balikpapan.

4. Mengikuti kegiatan Latihan Gabungan Pasukan Pengibar Bendera sekolah se-Kota Balikpapan.

BAB IV

BIDANG UMUM
1. Sasaran Kegiatan Pasukan Pengawal Pengibar Bendera (PASKIBRA) SMP Nasional KPS dititik beratkan kepada kedisiplinan dan kemandirian yang ditunjang oleh sikap kekeluargaan, gotong royong dan kesetiakawanan.
2. Mengadakan kegiatan keagamaan dan bakti sosial yang dapat meningkatkan sikap dan pribadi anggota dalam kehidupan sehari-hari.
3. Memonitor, meneliti pelaksanaan seluruh kegiatan yang telah disusun selama setahun.
4. Mengevaluasi seluruh kegiatan yang telah dilaksanakan dalam setahun dan mengarsipkan seluruh kegiatan tersebut dalam sebuah laporan.
5. Menyusun program kegiatan untuk tahun berikutnya.

BAB V

PENUTUP

Demikian Program Kegiatan Pasukan Pengawal Pengibar Bendera (PASKIBRA) SMP Nasional KPS disusun dengan harapan kiranya dapat dijadikan acuan dalam pelaksanaan kegiatan dan penyusunan Program Kerja mendatang.

Selain itu diharapkan adanya hubungan kerja sama yang serasi, selaras, saling mengisi secara gotong royong dalam lingkungan sekolah dan masyarakat.

Akhirnya kami mengharapkan agar program kerja ini dapat mencapai sasaran yang diinginkan serta segala hambatan dan kekurangan dapat di atasi bersama.

Semoga Allah SWT memberikan rahmat dan Hidayah-NYA kepada kita semua untuk dapat melaksanakan tugas mendidik generasi muda dengan sukses demi kepentingan masyarakat, bangsa dan negara Indonesia.



Balikpapan, 9 Juni 2007

Koordinator Paskibra

SMP Nasional KPS

Bambang August, S.Kom



Lampiran 1

GARIS - GARIS BESAR PROGRAM PENDIDIKAN

PASUKAN PENGIBAR BENDERA SEKOLAH

KELAS 1



KEGIATAN BASIS (CAPAS) DAN PEMUSATAN LATIHAN LANJUTAN
Tata Upacara Bendera ( TUB )
Peraturan Bais - Berbaris ( PBB )
Pengetahuan khusus :
Bendera Negara
Lambang Negara
Lagu Kebangsaan
Pengetahuan Umum :
Sejarah Negara
Sejarah Paskibra dan Paskibraka
Kepemimpinan :
Sikap
Disiplin
Lingkungan Keluarga
Lingkungan Masyarakat

GARIS - GARIS BESAR PROGRAM PENDIDIKAN

PASUKAN PENGIBAR BENDERA SEKOLAH

KELAS 2

KEGIATAN PEMBINAAN LANJUTAN
Ø Tata Upacara Bendera ( TUB )
Ø Peraturan Bais - Berbaris ( PBB )
Ø Pengetahuan khusus :
Bendera Negara
Lambang Negara
Lagu Kebangsaan
Ø Pengetahuan Umum :
Sejarah Negara
Sejarah Paskibra dan Paskibraka
Ø Keorganisasian :
Perencanaan
Pengorganisasian
Pengawasan
Kerjasama
Pelaporan
Persuratan
Personalia
Pengambilan Keputusan
Keuangan
Protokoler
Ø Wawasan Berpikir :
Kelembagaan
Kenegaraan
Akademis

GARIS - GARIS BESAR PROGRAM PENDIDIKAN

PASUKAN PENGIBAR BENDERA SEKOLAH

KELAS 3



KEGIATAN PEMBINAAN LANJUTAN
Ø Tata Upacara Bendera ( TUB )
Ø Peraturan Bais - Berbaris ( PBB )
Ø Pengetahuan khusus :
Bendera Negara
Lambang Negara
Lagu Kebangsaan
Ø Pengetahuan Umum :
Sejarah Negara
Sejarah Paskibra dan Paskibraka
Ø Keorganisasian :
Perencanaan
Pengorganisasian
Pengawasan
Kerjasama
Pelaporan
Persuratan
Personalia
Pengambilan Keputusan
Keuangan
Protokoler
Ø Wawasan Berpikir :
Kelembagaan
Kenegaraan
Akademis

PASKIBRA BERJILBAB ? BOLEH !

Sejarah

Tidak bisa dipungkiri, Paskibraka lahir lewat ide dan tangan terampil Hussein Mutahar. Ketika masih berusia 29 tahun, sang Mayor ajudan Presiden Sukarno ini telah berwawasan sebegitu luasnya (dan sangat brilian) dalam merumuskan/menanamkan konsep kebangsaan bagi remaja hanya demi menjalankan sebuah perintah “mempersiapkan upacara bendera HUT pertama kemerdakaan RI”. Coba bila yang diberi perintah tersebut bukan H Mutahar, mungkin Paskibraka tidak akan pernah ada. Kalau bukan H Mutahar, bisa jadi ketika itu yang menjadi petugas upacara (pengibar bendera) adalah militer, alih-alih 5 pelajar perwakilan daerah yang berada di Yogyakarta.

Namun, bukan salah H Mutahar jika dilahirkan dimasa-masa itu. Bukan salahnya pula mengambil jalur militer. Teori sosial dan psikologi menegaskan bahwa keputusan individu tidak lepas dari pengaruh lingkungan dimana dia berada, berasal dan dibesarkan. Karena itu wajar bila beliau tidak memilih satupun putri berjilbab dalam Rukibraka (Regu Pengibar Bendera Pusaka) dan Paskeraka (Pasukan Pengerek Bendera Pusaka) yang menjadi cikal bakal Paskibraka dalam nama dan bentuknya seperti sekarang ini. Mengapa?

Pertama, silahkan lihat (dan ingat-ingat) dokumen-dokumen (foto/video) tentang Indonesia selama masa memperjuangkan kemerdekaan hingga masa awal kemerdekaan. Tidak ada, nyaris tidak ada satupun wanita -yang tertangkap kamera- yang mengenakan jilbab! Jikapun ada, itu bukan jilbab melainkan kerudung yang lebih bernuansa asesoris. Dan yang berkerudung itupun hampir semuanya wanita bersuami dan mbah-mbah (disimpulkan berdasar cara berpakaian dimana kerudung hampir selalu dipadukan dengan kebaya. Dan yang memakai kebaya dikehidupan sehari-hari jelas bukan anak SMA). Para remaja putri setingkat SMA tak ada yang berjilbab. Jadi, bukannya H Mutahar menolak putri berjilbab, tapi memang nggak ada yang jilbaban pada masa itu.

Kedua, dalam konteks latar belakangnya sebagai militer. H Mutahar tidak pernah melihat satupun wanita yang terjun dilingkungan militer yang memakai jilbab. Pengaruh lingkungan sosial (militer)inilah yang sedikit banyak mempengaruhi beliau dalam “membangun” Rukibraka dan Paskeraka. Para remaja putranya gundul dan yang putri rambutnya dipotong pendek laiknya wanita militer. Seandainya yang ngurus Paskibraka dulu adalah Gus Dur, boleh jadi Paskibraka sekarang berwujud seperti : “Yang putra sarungan, yang putri jilbaban dan semuanya pakai sandal jepit. Murah meriah, simpel, gitu aja kok repot!” Iya nggak Pak Gus Dur?

Nah, ketika debut Paskibraka (Rukibraka) berlangsung dalam kondisi tidak ada satupun anggotanya yang berjilbab dan kemudian berlanjut terus dalam waktu lama, kita jadi tertipu. Kita tertipu, saat dengan penuh percaya diri menyimpulkan dengan sembrono bahwa jilbab dilarang di Paskibraka. Padahal sebenarnya tidak dilarang, tidak pernah ada larangan (surat edaran menteri tentang syarat Paskibraka tidak pernah mencantumkan poin “JILBAB DILARANG”) namun terkungkung pada pengaruh sosial dan psikologis seperti yang dijelaskan diatas. Bahkan, ketika suatu hal terjadi terus menerus (padahal bisa jadi kebetulan semata), kita sang generasi “belakangan” dengan mudahnya terperangkap dengan mengatakan “ini sudah aturan” atau “dari sononya udah begitu”. Membabi buta pada tradisi? Kita yang modern harusnya mengatakan “Enggak deh”. Cari tahu dan pelajari, kalau benar ya dijalankan terus, kalau salah ya distop! Kalau prinsip “sudah tradisi” dilestarikan tanpa pengkajian benar salah, kenapa tidak kembali menjadi penyembah roh/berhala seperti nenek moyang kita dulu? Itu tradisi asli kita kan?

The truth

Kami mencoba membuka lembar-lembar Buku Panduan Organisasi (PO) Purna Paskibraka Indonesia keluaran Agustus 2005 untuk menemukan jawaban dari masalah tersebut (jika ada). Bila didalam buku itu terdapat aturan jelas yang mencantumkan pelarangan jilbab, habis perkara. Tidak perlu lagi ada asumsi ataupun kesimpulan tanpa dasar. Kalau sudah menjadi aturan resmi, mau bagaimana lagi? Hal ini seperti syarat membawa SIM bagi pengendara kendaraan bermotor. Kalau aturannya sudah jelas, Wali Songopun seandainya diijinkan kembali hidup saat ini, tetap nggak boleh membawa kendaraan bermotor. Sebaik apapun sikapnya, sejeli apapun matanya, sedigdaya apapun kesaktiannya, tetap saja kalau melewati sweeping/pemerikasaan polisi harus ditilang. Melanggar aturan! La nggak punya SIM kok. Begitu pula, bila ada aturan jelas dalam Paskibraka bahwa “jilbab dilarang masuk”, para wanita berjilbab harus legawa. Toh, tidak ada jaminan masuk surga kalau lolos jadi Paskibraka.

Namun dari pencarian yang nyaris membosankan (Buku panduan organisasi bukan komik), kami tidak menemukan sedikitpun fatwa pelarangan jilbab. Bahkan dalam arti-arti yang tersirat! Sebaliknya, ada indikasi bahwa jilbab sebenarnya diperbolehkan. Memang, fatwa bahwa jilbab halal dikenakan tidak tercantum gamblang di buku tersebut lewat aturan khusus. Akan tetapi, terdapat 2 poin yang menurut kami memberikan “lampu hijau” pada jilbab.

Poin pertama adalah aturan organisasi tentang seragam/atribut Purna Paskibraka Indonesia (PPI) dan tata cara penggunaannya. Disana dijelaskan warna, model dan tetek bengek lainnya yang harus dipenuhi oleh sebuah seragam (PDU/PDH). Nah, disana kami dapati sebuah ketentuan mengenai model seragam bagi PPI yang berjilbab (halaman 154-155). Alur berpikir yang kami kembangkan ialah, bila yang PPI saja halal mengenakan jilbab, mengapa ada asumsi/ kesimpulan bahwa Paskibraka (termasuk ketika masih calon) dilarang memakainya? Logikanya adalah tentu harus ada konsistensi aturan. Masak sebuah organisasi menerapkan standar ganda yang saling bertolak belakang? Tentu tidak adil bila untuk yang purna (PPI), jilbab adalah halal, sedang bagi yang Paskibraka (termasuk calon), jilbab dilarang.

Poin kedua adalah rekomendasi Munas IV PPI tahun 2003 dimana perlu “membuat PO khusus untuk daerah tertentu dalam penggunaan jilbab” (halaman 62). Sekilas, aturan ini mungkin lebih ditujukan pada propinsi NAD, namun makna tersiratnya memberi peluang pada daerah-daerah lain. Jika rekomendasi ini sengaja ditujukan khusus bagi NAD, rekomendasinya tentu akan dengan jelas (tersurat) menyebutkan propinsi yang satu ini. Tapi kenyataannya tidak. Perkembangan dilapanganpun mengindikasikan makna tersirat tersebut. Berbagai daerah mulai “sadar” akan pengejawantahan syarat utama seorang Paskibraka yaitu “Beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa”.

Sebuah dosa besar bila menjadi pihak yang menghalang-halangi (bahkan melucuti) jilbab. Mudahnya, seseorang (wanita muslimah) yang memutuskan berjilbab karena panggilan jiwa memenuhi ajaran agama (Tuhan) tidak sepatutunya dihalangi. La wong nuruti gusti pengeran jhe. Malah yang seharusnya dihalangi ialah mereka yang menentang dan melucuti jilbab. Golongan ini dengan sah dan meyakinkan melawan perintah Tuhan, dan itu berarti tidak menjalankan prinsip Paskibraka yang “Beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa”. Jika mereka berteriak, “NKRI harga mati. Kami bukan agamis, namun Pancasilais!”. Jawab saja, “Bukankah sila pertama dari Pancasila adalah Ketuhanan Yang Maha Esa? Bukankah salah satu pemahaman dari sila tersebut berarti menjalakan perintah-Nya dan menjauhi larangan-Nya? Jadi, mana yang lebih pantas dikatakan sebagai Pancasilais?”. Pantaskah golongan seperti ini berada di dalam lingkaran Paskibraka?